SEWAJARNYA Saja..

Hidup adalah sekumpulan rasa yang Tuhan pergilirkan. Kadang kita merasa bahagia, sedih, kecewa, duka, marah, dll. Maka dari itu, jangan terlalu bahagia karena ada masanya kita terluka. Begitupun sebaliknya, jangan terlalu bersedih karena ada masanya kita dipukul dunia seakan-akan tak bisa bangkit kembali. Kita tahu rasa manis sebab pernah merasakan pahit, kita tahu rasa bahagia karena hati kita pernah terluka. Nikmati saja prosesnya, karena Tuhan tahu apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan. Menghadapi perasaan memang harus dengan cara sewajarnya, karena jika berlebihan kita akan hancur bersama rasa yang tidak kita kenali lagi atau lebih dikenal dengan mati rasa.
Hidup adalah titipan perputaran rasa yang Tuhan kirimkan, terkadang ada bahagia, sedih, kecewa, duka, dan marah. Melatih diri, tidak terlalu bahagia karena ada datang waktu nya kita terluka. Begitupun sebaliknya, jangan terlalu sedih karena ada pula waktunya kita tersenyum cerah kembali. Menghargai rasa manis sebab pernah merasakan pahit, kita tahu arti bahagia karena hati kita pernah kecewa. Nikmati saja prosesnya, Tuhan mengetahui apa yang dibutuhkan bukan yang diinginkan oleh kita. Menghadapi perasaan memang harus sewajarnya, apabila berlebihan kita akan hancur, atau berakibat mati rasa.
logo arisan perkumpulan ibu bingkai bunga
Perputaran rasa,

Tuhan berikan sebagai cara agar kita menjadi kuat, apalah arti hidup jika hanya satu rasa yaitu bahagia. Keberagaman rasa membuat hidup kita lebih bermakna. Bukan peristiwa yang menciptakan rasa yang perlu kita takuti, tetapi kita harus mewaspadai terhadap tanggapan dan pengendalian diri kita. Semua berawal dari pikiran, spontanitas kita merasakan duka yang mendalam saat kehilangan orang cintai. Namun, pikiran yang terus berduka akan membahayakan diri kita sendiri. Kita harus bisa mengontrol serta mensinkronisasi antara perasaan dan logika secara bersamaan. Memang bukan hal yang mudah, tapi bukan pula mustahil. Tidak harus terburu-buru, namun harus segera dilakukan secara perlahan, tetapi tahapan yang harus kita lewati pertama kali adalah memilih hidup dengan didominasi perasaan berlebihan, atau menikmati dan menjalani hidup agar bisa membahagiakan orang yang mencintai diri kita. Setidaknya kita bertahan karena mencintai diri sendiri dan Tuhan yang selalu ada menemani.

Kemudian masuk masa perkuliahan, saya menjalani hidup dengan harapan menjadi aktivis kampus yang menyebarkan kebermanfaatan, namun pada kenyataannya saya terjebak suasana hampa yang tak pernah saya duga. Entah kenapa, saya pun tak tahu kenapa saya bisa tak bergairah menjalani hidup seperti masa SMA yang penuh gegap gempita. Saya malas dan kehilangan semangat berorganisasi, tak mengejar pucuk kepemimpinan seperti apa yang saya lakukan dulu, padahal saya dulu beranggapan bahwa menjadi ketua mampu belajar lebih baik dan menyebarkan kebermanfaatan sesuai apa yang kita gambarkan. Namun, pada kenyataannya masa SMA saya hidup dengan tak tahu arah kecuali belajar, padahal  sekali lagi niat awalnya juga bermanfaat terhadap sesama.

Tapi pengalaman di bangku Sekolah Menengah Atas dan kuliah inilah yang kemudian menyadarkan saya bahwa Tuhan akan pergilirkan masa kejayaan, kemunduran, kehancuran, suka, duka dan lain sebagainya. Oleh sebab itulah, tugas kita lagi-lagi bagusnya bersikap sewajarnya saja. Terluka ya silahkan terluka, tetapi jangan berlarut-larut, kalau bahagia silahkan menikmati bahagia, tapi jangan berlebihan karena semuanya hanya menunggu antrian untuk kita hadapi satu persatu. Jika kita menyadari, ternyata masalah berat yang kita lalui selama ini mampu kita lewati, padahal terkadang masalah berat tersebut tidak ada solusinya, tapi mampu kita taklukkan karena kita terus bertahan dalam dekapan rasa optimis.

Penulis: Yoga Saputra

Editor: Rahma Ramadhan

 

 

18 April 2023, Jakarta.

 

Tentang IBC

Selamat datang, teman cerita.

Kami persembahkan wadah berbagi cerita, bermuara dari pengalaman hidup, mimpi dan wawasan serta ilmu pengetahuan sebagai kontribusi sajian terbaik untuk Indonesia.